Minggu, 31 Agustus 2008

deklarasi LASKAR MELAYU HANG TUAH


Dengan Mengambil tempat di Jalan Sultan Ma’moen Al Rasyid No. 60 (Jl. Brigjen Katamso Medan)atau lebih tepatnya sekretariat DPP Laskar Melayu Hang Tuah, pada tanggal 30 Agustus 2008 (28 Sya'ban 1429 H), telah dideklarasikan kepengurusan DPP Laskar Melayu Hang Tuah dengan Ketua Umum H.T. Syahrizal Arif, SE, SH,MM dan Sekretaris Umum T. Reza Zulkarnaen SH. MAP, serta jajaran pengurus lainnya yang terdiri dari Para Wakil Ketua dan Ketua Departemen. Sekaligus pada sore harinya dikukuhkan pula Kepengurusan DPD Laskar Melayu Hang Tuah Serdang Bedagai.

Organisasi ini bertujuan antara lain untuk meningkatkan kualitas sumber daya etnis melayu berilmu dengan didukung oleh iman dan taqwa serta meningkatkan pengabdian bagi masyarakat melayu. Organisasi yang dibentu berdasarkan Akta Pendirian Laskar Melayu Hang Tuah Nomor 23 yang diternitkan oleh Notaris Mangatas Nasution, SH tanggal 23 Juli 2008 ini memiliki Visi MELAYU BANGKIT DAN BERMANFAAT, dengan semboyan JANJI TAK BERUBAH, SETIA TAK BERTUKAR.

Pada kesempatan tersebut Ketua Umum, berharap organisasi ini dapat eksis di masyarakat khususnya etnis melayu, dengan terus menerus melaksanakan sosialisasi dan konsolidasi, dan diharapkan kepada seluruh jajaran pengurus hendaknya benar-benar berdedikasi tinggi dalam memajukan organisasi dengan taat dan patuh menjalankan peran dan fungsinya sesuai visi dan misi organisasi.

Semoga oranisasi ini dapat berjalan sesuai dengan visi misi organisasi dan tidak menjadi organisasi yang hanya punya nama namun tidak ada karya, semoga pula dengan berdirinya organisasi ini dapat lebih memajukan masyarakat Sumatera Utara khususnya yang ber etnis Melayu.
(bang ical)

RAGAM RENTAK TARIAN MELAYU

Pada awalnya puak Melayu tidak mengenal istilah 'tari' tetapi yang dikenal adalah istilah 'tandak', dimana dalam majlis keramaian di kampung mereka biasanya akan 'bertandak'. Lama-lama istilah ‘tandak’ menghilang diganti oleh istilah ‘tari’. Halmana juga terjadi pada puak-puak Melayu di kepulauan Nusantara lainnya, misalnya ‘Ronggeng’ di Deli, Betawi dan Pasundan, 'Tayub' dan 'Joged' di Jawa dan Bali, 'Lenso' di Maluku dan Menado (Sulawesi Utara).

Khusus ragam tari Melayu, baik di Sumatra, Kalimantan maupun Semenanjung, dikenal istilah ‘rentak’ yang terdiri atas :
• Rentak Zapin
• Rentak Senandung/Asli
• Rentak Mainang/Inang
• Rentak Dua/Joged
• Rentak Cik Minah Sayang
• Rentak Pulau Sari

Tiap 'rentak' mempunyai karakteristik khusus dan latarbelakang yang unik pula:

Rentak Zapin
Zapin berasal dari Hadramaut di Jazirah Arab. Sampai di Kepulauan Melayu Nusantara melalui dua route perdagangan iaitu Hadramaut dan lainnya dari Gujarat, India. Sekitar abad ke-13 dan 14, Zapin dikenalkan kepada pribumi oleh para pedagang dan juru dakwah Arab dan India yang tampaknya juga memboyong sekalian para artist dan musisi langsung dari tanah asal mereka. Zapin pada perkembangannya kemudian berasimilasi dengan budaya Melayu pribumi diskenal sebagai Zapin Arab (Zafin). Bentuk adaptasi dari tarian ini dengan memasukkan warna tempatan kemudian juga muncul dan selanjutnya dikenal sebagai Zapin Melayu (Zapin/Jepin/Jepen).
Istilah 'Zapin' berasal dari bahasa Arab 'Al-Zafn' yang artinya ‘langkah tari’ (dance steps). Yang memang jenis tarian ini banyak bertumpu pada variasi loncatan gerak kaki. Contoh Rentak Zapin adalah Zapin Tempurung dan Zapin Kipas.

Rentak Senandung/Asli
Selain rentak Zapin yang berasal dari Arab, tarian Melayu juga dipengaruhi budaya negara lain seperti Portugis (Feringgi), Spanyol, India maupun unsur-unsur budaya daerah-daerah Nusantara lainnya. Rentak Senandung/Asli bercirikan gerak gemulai dan lenggok lembutnya. Tarian Melayu yang anggun ini biasanya ditampilkan bagi puteri raja dengan iringan musik yang mendayu-dayu dengan isi pantun yang menghiba-hiba tentang asmara maupun kesedihan. Istilah Asli bermakna eksprsi yang dalam. Contoh rentak Asli adalah Tari Persembahan.

Rentak Mainang/Inang
Ragam tarian ini berhubungan dengan gerak-gerik pengasuh puteri/putera raja atau inang. Awalan 'ma' maksudnya adalah panggilan 'mak' terhadap Inang Pengasuh. Gerakan rentak Mainang agak lebih cepat dibanding Rentak Asli kadang malahan cukup bertenaga untuk menggambarkan gerakan jenaka menghibur. Contoh Rentak Mainang adalah Tari Mainang Pulau Kampai; Mainang Melayu dan Mainang Kahyangan.

Rentak Dua/Joged
Namanya juga Joged, pastilah rentak ini banyak bergoyang, hidup dan ceria. Istilah 'Lagu Dua' menggambarkan interaksi 2 orang (lawan jenis) dalam suasana keriangan. Contoh jenis tarian ini adalah Joged Batanghari dan Joged Selampit Delapan (Jambi)
Other Dance Styles

Rentak Cik Minah Sayang
adalah gabungan antara Inang dan Joged. Sedangkan Rentak Pulau Sari berasal dari kombinasi beberapa rentak Melayu tetapi unsur-unsur pentingnya saja yang diambil dan digabungkan untuk menghasilkan suatu jenis tarian baru yang menarik. Jenis tarian ini memang berhasil menarik banyak perhatian, contohnya Serampang Duabelas yang menjadi salah satu tarian terkenal seantero Nusantara karena menarik untuk ditampilkan dalam persembahan di panggung dan majlis.

Diterjemah ulang dari tulisan Tom Ibnur
Balai Seni Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, Jambi, Indonesia

TENGKU AMIR HAMZAH


RIWAYAT HIDUP

Dalam diri seorang penyair, ada dua aspek yang sering diperbincangkan, yaitu mengenai realitasnya sebagai seorang manusia, dan kapasitasnya sebagai seorang penyair. Dua realitas ini berjalan seiring, saling mempengaruhi dan saling menjelaskan. Dalam arti, pengalaman kemanusiaan sehari-hari tentu akan sangat mempengaruhi kualitas syair, dan sebaliknya, ekspresi-ekspresi kepenyairan merupakan teks penjelas mengenai sisi kemanusiaan seseorang.

Semua penyair adalah manusia, namun, tidak semua manusia menjadi penyair. Dalam konteks ini, kepenyairan merupakan nilai lebih dari sisi kemanusiaan seseorang. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya jika seorang penyair ditempatkan pada posisi tertentu dalam sejarah kemanusiaan kita, sambil diiringi hasrat yang kuat untuk memikirkan, memahami dan menghayati renungan-renungan agungnya. Amir Hamzah adalah seorang manusia penyair. Karena kepenyairannya, ia kemudian jadi terkenal; sebaliknya, karena sisi kemanusiaannya yang terlahir sebagai seorang anggota keluarga kesultanan Langkat, ia kemudian dibunuh.

Ia memang terlahir sebagai putera dari seorang keluarga istana, sebuah posisi politik yang tidak selamanya menguntungkan, apalagi pada saat itu. Sekali lagi, ia memang terlahir, bukan melahirkan diri. Sebab ia tak kuasa untuk memilih, apalagi menolak: apakah menjadi bagian dari rakyat jelata, atau bangsawan istana. Dalam hal ini, lahir sebagai seorang bangsawan atau rakyat jelata bukanlah suatu kesalahan, apalagi dosa. Maka, agak susah untuk dipahami, jika kemudian ia dibunuh --bukan terbunuh-- karena suatu realitas yang memang berada dalam dirinya, namun di luar kuasanya.

Harmoni dan konflik adalah dua realitas yang akan terus berlangsung di muka bumi. Lahir pada 28 Januari 1911 di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara, Amir tumbuh dan berkembang dalam suasana harmonis keluarga sultan di istana. Sebagaimana kerajaan Melayu lainnya, Langkat juga memiliki tradisi sastra yang kuat. Lingkungan istana inilah yang pertama kali mengenalkan dunia sastra pada dirinya. Ayahnya, Tengku Muhammad Adil adalah seorang pangeran di Langkat yang sangat mencintai sejarah dan sastra Melayu. Pemberian namanya sebagai Amir Hamzah disebabkan ayahnya yang sangat mengagumi Hikayat Amir Hamzah. Ayahnya sering mengadakan pembacaan hikayat semalam suntuk dengan mendatangkan juru hikayat. Di antara hikayat tersebut adalah Hikayat Hang Tuah, Sejarah Melayu, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Ali Hanafiah, Bustanussalatin dan kisah para nabi. Dalam lingkungan yang seperti itulah, kecintaan Amir terhadap sejarah, adat-istiadat dan kesusasteraan negerinya tumbuh. Lingkungan Tanjungpura juga sangat mendukung perkembangan sastra Melayu, mengingat penduduknya kebanyakan datang dari Siak, Kedah, Selangor, Pattani dan beberapa negeri Melayu lainnya. Dari situ, bisa dilihat latar belakang Amir yang tumbuh dalam keluarga dan lingkungan Melayu yang kental. Dalam masa pertumbuhannya di Tanjungpura, ia sekolah di Langkatsche School (kemudian berubah menjadi HIS), sebuah sekolah dengan tenaga pengajar orang-orang Belanda. Pada sore hari, ia belajar mengaji di Maktab Putih di sebuah rumah besar bekas istana Sultan Musa, di belakang Masjid Azizi Langkat. Setelah tamat HIS, Amir melanjutkan studi ke MULO di Medan. Tidak sampai selesai, ia kemudian pindah sekolah ke MULO Jakarta. Saat itu, umurnya masih 14 tahun.

Disamping lingkungan istana Langkat dan kota Tanjungpura, perkembangan kepenyairan Amir Hamzah juga banyak dibentuk selama masa belajarnya di Jawa, sejak sekolah menengah di MULO Jakarta, Aglemeene Middelbare School (AMS) jurusan Sastra Timur di Solo, hingga Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta. Saat itu, Jawa adalah pusat pergerakan nasional Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Segala lini kehidupan dan potensi bangsa bersatu padu untuk meraih kemerdekaan tersebut. Suasana pergolakan, pertentangan dan idealisme yang menggebu telah membentuk karakter-karakter pemuda yang idealis, berpikir dalam dan jauh ke depan. Semasa studi di Jawa inilah, terutama ketika masih di AMS Solo, Amir menulis sebagian besar sajak-sajak pertamanya.

Revolusi memang sering melahirkan orang-orang besar, namun revolusi juga yang mengubur orang-orang besar tersebut. Amir Hamzah lahir dan besar di tengah revolusi, dan revolusi juga yang telah menguburnya. Ia meninggal akibat revolusi sosial di Sumatera Timur pada bulan Maret 1946, awal kemerdekaan Indonesia. Saat itu, ia hilang tak tentu rimbanya. Mayatnya ditemukan di sebuah pemakaman massal yang dangkal di Kuala Begumit. Ia tewas dipancung tanpa proses peradilan pada dinihari, 20 Maret 1946. Sungguh disesalkan, penyair yang berwajah dan berhati lembut ini telah mati muda: 35 tahun. Saat ini, di kuburan Amir Hamzah terpahat ukiran dua buah sajaknya. Pada sisi kanan batu nisan, terpahat bait sajak;

Bunda, waktu tuan melahirkan beta
Pada subuh embang cempaka
Adalah ibu menaruh sangka
Bahwa begini peminta anakda

Tuan aduhai mega berarak
Yang meliputi dewangga raya
Berhentilah tuan di atas teratak
Anak Langkat musafir lata

Pada sisi kiri batu nisannya, terpahat ukiran bait sajak:

Datanglah engkau wahai maut
Lepaskan aku dari nestapa
Engkau lagi tempatku berpaut
Di waktu ini gelap gulita

Sampaikan rinduku pada adinda
Bisikkan rayuanku pada juita
Liputi lututnya muda kencana
Serupa beta memeluk dia

Revolusi di Sumatera Timur memang telah berjalan tanpa kendali, sehingga banyak memakan korban orang-orang yang tidak berdosa. Apa salah dan dosa Amir Hamzah? Ia adalah seorang nasionalis sejati. Pada tahun 1931, ia pernah memimpin Kongres Indonesia Muda di Solo; ia bergaul dengan para tokoh pergerakan nasional; dan telah memberikan sumbangan tak ternilai pada dunia kesusasteraan. Kesalahannya saat itu adalah: ia lahir dari keluarga istana. Saat itu sedang terjadi revolusi sosial yang bertujuan untuk memberantas segala hal yang berbau feodal dan feodalisme. Sebagai korbannya, banyak para tengku dan bangsawan istana yang dibunuh, termasuk Amir Hamzah sendiri. Bagaimanapun, ia telah memberikan sumbangan tak ternilai dalam proses perkembangan dan pematangan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia, melalui karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Karya
Seandainya Amir tidak mati muda, mungkin akan lebih banyak lagi syair yang dihasilkannya. Tapi itulah, takdir seringkali tak bisa ditebak, dan sejarah seringkali menjemput orang-orag terbaiknya lebih awal. Mati muda bukanlah pilihan hidup Amir, tapi lebih merupakan takdir tuhan, dan dalam tataran tertentu, kecelakaan sejarah. Walaupun hidupnya sangat singkat, Amir telah menghasilkan 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli dan 1 prosa terjemahan. Secara keseluruhan ada sekitar 160 karya Amir yang berhasil dicatat. Karya-karya tersebut terkumpul dalam kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi Timur dan terjemah Baghawat Gita. Dari karya-karya tersebutlah, Amir meneguhkan posisinya sebagai penyair hebat. Sutan Takdir Alisjahbana menyebut karya-karya Amir dalam Nyanyi Sunyi sebagai berkualitas internasional; para pengamat lain menyebut karya tersebut sebagai salah satu puncak kepenyairan Indonesia. Berkaitan dengan pribadi Amir, Anthony H. Johns menyebutnya sebagai a distinctive and uncompromising individual. H.B. Jassin dan Zuber Usman menyebutnya sebagai Raja Penyair Pujangga Baru. Sedangkan A. Teeuw menyebutnya sebagai, the only pre-war poet in Indonesia whose works reaches international level and is of lasting literary interest.

Penghargaan

Penghargaan terhadap jasa dan sumbangsih Amir Hamzah terhadap bangsa dan negara Indonesia baru diakui secara resmi pada tahun 1975, ketika Pemerintah Orde Baru menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional. Dalam tataran simbolik lainnya, penghargaan dan pengakuan terhadap jasa Amir Hamzah ini bisa dilihat dari penggunaan namanya sebagai nama gedung pusat kebudayaan Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, dan nama masjid di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Sumber :
Abrar Yusra (ed), 1996. Amir Hamzah--1911-1946: Sebagai Manusia dan Penyair. Jakarta: Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin.
Wikipedia

TENTANG TUHAN

Pandangan orang Melayu terhadap agama Islam sangat kental, sehingga muncul konsep bahwa Melayu identik dengan Islam. Bagi orang Melayu, konsep tersebut bukanlah sebatas slogan karena hal tersebut benar-benar diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Bila ada orang Melayu yang murtad (keluar dari agama Islam), maka ia tidak lagi dikatakan sebagai orang Melayu. Sebaliknya, bila ada orang Cina yang hidup di tengah masyarakat Melayu masuk Islam, maka dia dikatakan masuk Melayu.

Oleh karena Melayu identik dengan Islam, maka Tuhan yang patut disembah adalah Allah. Proses ini pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang melekat di dalam kebudayaan Melayu, sehingga menjadi suatu sistem yang tidak terpisahkan bagi orang Melayu, Islam, dan Allah. Maka terjadilah proses timbal balik antara Melayu dan Islam dengan segala dimensinya sebagai sebuah sistem yang saling mengisi.

Budaya Melayu memiliki nilai-nilai luhur yang sudah teruji kehandalannya, dan selama ratusan tahun yang silam dijadikan jatidiri masyarakatnya. Nilai-nilai inilah yang diyakini dapat mengangkat marwah, harkat, dan martabat kemelayuan dalam arti luas dan mampu menghadapi cabaran atau tantangan zaman. Di dalam adat resam Melayu, nilai-nilai dimaksud dipaterikan kedalam ungkapan-ungkapan adat, yang disebut sebagai Sifat yang Duapuluh Lima atau Pakaian yang Duapuluh Lima. Orang tua-tua Melayu percaya, siapapun yang menjadiÂkan sifat ini sebagai jatidiri-nya atau sebagai pakaian hidup-nya, tentulah akan menjadi orang, yakni menjadi manusia yang sempurna lahiriah dan batiniah. Salah satu dari 25 sifat tersebut menjelaskan tentang pandangan orang Melayu terhadap Tuhan, yaitu:

Sifat tahu asal mula jadi, tahu berpegang pada Yang Satu

Yakni sifat yang menyadari dirinya sebagai manusia (makhluk) yang diciptakan oleh Allah, dan menyadari dirinya sebagai hamba Allah. Kesadaran ini mendorongÂnya untuk bertaqwa kepada Allah, mematuhi semua peÂrintah Allah, menjauhi semua laranganNya, dan berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang saleh agar mendapatkan kesejahteraan di dunia dan sejahtera pula di akhirat. Dengan kesadaran ini akan meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaannya, akan menjadikan dirinya sebagai manusia yang berguna bagi sesama makhluk Allah, dan bertanggungjawab terhadap pelestariÂan alam ciptaan Allah. Di dalam ungkapan disebutkan:

Tahu asal mula kejadian
Tahu berpegang pada Yang Satu
Hamba tahu akan Tuhannya
Makhluk tahu akan Khaliknya

Yang agama berkokohan
Yang iman berteguhan
Yang sujud berkekalan
Yang amal berkepanjangan

Sesama manusia ia berguna
Sesama makhluk ianya elok
Di dunia ia bertuah
Di akhirat beroleh berkah

Budaya Melayu adalah budaya yang menyatu dengan ajaran agama Islam. Nilai keislaman menjadi acuan dasar budaya Melayu. Karenanya, budaya Melayu tidak dapat dipisahkan dari Islam, sebagaimana tercermin dari ungkapan adat: Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah; Syarak mengata adat memakai, syah kata syarak, benar kata adat; Bila bertikai adat dengan syarak, tegakkan syarak, dan sebagaiÂnya. Bagi orang Melayu, agama Islam adalah aturannya.


Sumber:
Tenas Effendy, Tegak Menjaga Tuah, Duduk Memelihara Marwah, (BKPBM, Yogyakarta, 2005).

Rabu, 20 Agustus 2008

TENTANG MANUSIA

Orang Melayu pada umumnya, sandaran dan landasan utama untuk menjadi manusia yang sempurna lahir dan batin adalah dengan menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang mereka anut, serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam adat istiadat, budaya dan norma-norma sosial yang berlaku dan diwarisi secara turun temurun.

Di dalam ungkapan adat dikatakan, jika hendak menjadi orang, tunjuk ajar janganlah kurang. Ungkapan lain menyebutkan kalau diri hendak bertuah, carilah ilmu dunia akhirat, bila hidup hendak selamat, tuntutlah ilmu dunia, kalau hidup hendak terpuji, salah dan kurang hendaknya diperbaiki, panjangkan akal dalamkan hati. Supaya selamat dunia akherat, kebodohan diri hendaklah ingat, suapay hidup tidak terbuang, elok dicari buruk dibuang. Acuan ini mendorong orang Melayu untuk meningkatkan kecerdasan dan kemampuannya, agar segala kekurangan dan kelemahannya dapat ditutupi atau dihilangkan sema sekali.

Selanjutnya orang tua-tua mengingatkan, bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang memiliki keseimbangan antara pengetahuan dengan keimanan. Manusia yang memiliki keseimbangan ini disebut orang bertuah yang menjadi idaman orang Melayu. Untuk mewujudkan orang bertuah itu, diwariskan suatu falsafah yang disebut tunjuk ajar yang berisikan nilai-nilai luhur agama, budaya, dan norma-norma sosial. Tunjuk ajar mengandung pula seruan agar setiap orang menuntut ilmu pengetahuan sebanyak mungkin, asal tidak menyalahi aturan agama dan nilai-nilai luhur yang telah mereka warisi secara turun temurun. Ilmu itulah yang diyakini akan membawa manfaat bagi kehidupan di dunia dan kehidupan di akherat.

Orang tua-tua Melayu amat arif dalam menyikapi kecenderungan manusia meniru kebudayaan asing yang dapat menyebabkan hilangnya kebudayaan lokal. Bagi orang Melayu, pengalaman atau pergaulan dengan suku-bangsa asing yang datang ke Riau mendorong mereka bersikap terbuka; namun dengan tetap berhati-hati. Sikap kehati-hatian ini dilakukan supaa mereka tidak mesti menerima atau menyerap semua unsur budaya asing, karena tidak semua unsur budaya asing serasi dan bermanfaat bagi mereka. Untuk menepis unsur budaya asing yang tidak serasi dan bermanfaat itu, merek sejak dini mewariskan tunjuk ajar yang berisi peringatan dalam menerima dan menyerap unsur-unsur budaya asing.

Sumber:
Tenas Effendy, Tegak Menjaga Tuah, Duduk Memelihara Marwah, (BKPBM, Yogyakarta, 2005).

ARTI TEPAK SIRIH



Masyarakat Melayu terkenal dengan sifat sopan santun, berbudi bahasa serta penuh dengan adat budaya dalam menjalani kehidupan seharian. Adat lebih diutamakan, bak kata pepatah ‘biar mati anak jangan mati adat’, lebih-lebih lagi ketika mengadakan majlis meminang, bertunang dan pernikahan. Untuk memulai upacara merisik, pertunangan dan pernikahan, masyarakat Melayu menggunakan tepak sirih sebagai pembuka kata.
Dalam adat bersirih, setiap bahan yang terkandung mempunyai pengertian dan membawakan maksud tertentu.

SIRIH : Memberi arti sifat yang merendah diri dan sentiasa memuliakan orang lain, sedangkan dirinya sendiri adalah bersifat pemberi.

KAPUR : Melambangkan hati seseorang yang putih bersih serta tulus, tetapi jika keadaan tertentu yang memaksanya ia akan berubah lebih agresif dan marah.

GAMBIR : Dengan sifatnya yang kelat kepahit-pahitan memberikan arti ketabahan dan keuletan hati.

PINANG : Digambarkan sebagai lambang keturunan orang yang baik budi pekerti, tinggi darjatnya serta jujur. Bersedia melakukan sesuatu perkara dengan hati terbuka dan bersungguh-sungguh

TEMBAKAU : Melambangkan seseorang yang berhati tabah dan sedia berkorban dalam segala hal

Tepak sirih digunakan sebagai barang perhiasan dan atau dalam upacara-upacara resmi. karena tepak sirih penting dalam adat istiadat, maka tidak layak digunakan sembarangan.
Dulang tepak sirih ini terbagi dua bagian, di bagian atas disusun empat cembul dengan urutan susunan : pinang, kapur, gambir dan tembakau. Di bagian bawah pula disusun cengkeh, daun sirih dan kacip.

Bagi masyarakat Melayu, sirih disusun sedemikian rupa untuk menunjukkan tertib ketika mengapur sirih, yang dahulu didahulukan dan yang kemudian dikemudiankan. Daun-daun sirih yang disusun dalam tepak sirih hendaklah dilipat bersisip antara satu sama lain dan disamakan tangkainya, disusun sebanyak lima atau enam helai dalam satu baris. Satu tepak sirih selalunya mengandungi empat atau lima susun sirih tadi. Sirih yang berlipat ini wajib dibuat kerana hendak mengelak dari terlihat ekor sirih itu. Ekor sirih tidak boleh dinampakkan karena dianggap satu keadaan yang kurang sopan dan tidak menghormati tamu. Tepak sirih yang telah lengkap ini dihias dengan bunga dan dibungkus dengan kain songket.